Sabtu, 13 Desember 2014

Blind Date

Surat-surat itu menumpuk di mejanya. Surat pembaca. Lebih tepatnya kritikan dari para pembaca.
Tidak hanya itu, surat elektronik pun memenuhi e-mail-nya. Mirip spam, sampai membuat laptopnya nge-hang.

Ah, mungkin aku harus meminta alamat e-mail baru ke kantor, pikirnya.

Sudah lebih dari tiga tahun dia menjadi seorang kolumnis gosip di sebuah majalah mingguan ternama di Jakarta. Tapi baru kali ini dirinya mendapatkan bombardir surat yang berisi sumpah serapah dan nyinyiran dari pembaca.

Semua itu berawal dari sebuah tulisannya dua minggu lalu. Tulisan itu memaparkan sudut pandangnya tentang tren nikah muda di kalangan selebritis yang rentan terhadap perceraian. Gilanya, dia bahkan meramalkan sepasang artis muda yang baru saja menikah akan bercerai dua tahun kemudian. Hal ini dia sampaikan berdasarkan penelitian dari data statistic tentang usia saat menikah dan tahun keberapa mereka bercerai. Beberapa fans fanatik, mungkin sebagian besar, sepertinya tidak suka dengan tulisannya kali itu. Parahnya lagi, para fans itu menyebarkan tulisanya. Sehingga masyarakat yang notabene bukan fans selebriti itu pun ikut-ikutan mencela tulisannya yang menganggap bahwa nikah muda itu buruk. Terlebih, praktik nikah muda di Indonesia memang masih banyak dijumpai.

Umurnya memang masih muda, 22 tahun. Jadi wajar ketika dia berpikir bahwa seseorang seumuran dirinya belumlah matang untuk menjalin sebuah komitmen pernikahan. Namun pemikiran orang lain ternyata berbeda.

Tok, tok, tok.

“Ya masuk,” dia menyahuti ketukan di pintu kantornya.
“Maaf Pak Raka, bapak dipanggil bapak pemred,” kata seorang karyawan.
“Baik, saya segera ke sana,” katanya agak lemas.

***

Blind date?? Lelucon macam apa ini? Aku belum membutuhkan kekasih. Hari-hariku masih menyenangkan, jadi aku belum membutuhkannya. Tapi ini adalah perintah seorang pemimpin redaksi. Seorang Suryo Saputro. Tentu saja aku tidak bisa menolak. Memang apa hubungannya kasusku dengan blind date?

Oh apa tadi katanya? Kau mungkin harus mencoba merasakan cinta agar kau mengerti dan lebih berhati-hati lagi dalam menulis sesuatu yang bertema cinta atau pernikahan.
“Persetan dengan cinta! Aku masih 22 tahun!” Geramnya dalam hati.
Ah, aku merindukan kehidupanku yang dulu, tanpa lelucon semacam ini.

***

Wanita itu berambut panjang, tersenyum kepadaku dengan memerkan gigi gingsulnya. Namanya Kinanti. Cantik, dengan polesan make up yang tipis.
“Oh syukurlah” ujar Raka dalam hati.

Menghabiskan malam minggu dengannya ternyata tidak terlalu buruk. Dia adalah wanita yang cerdas. Kami dapat membicarakan berbagai hal tanpa jeda. Aku tak pernah tahu kalau ada wanita sejenis ini di dunia. Pikirku, wanita adalah makhluk manja yang merepotkan.

Tapi dia berbeda. Dia seorang fashion designer. Tipe gadis supel, cerdas, dan mandiri.
“Hey, Raka, apa yang kamu lihat? Wajahku aneh ya?” katanya mengagetkan Raka yang sedang memandang dirinya.
“Tidak. Hanya saja, kamu sempurna. Itu saja,” sahut Raka.

Wajah gadis itu langsung memerah. Lalu dia tersenyum, lagi-lagi memamerkan gigi gingsulnya.
“Ide blind date ini ternyata tidak terlalu buruk. Sekarang aku tahu kenapa orang-orang ingin menikah muda. Kalau ada bidadari macam Kinanti, apa bisa aku menolak?” batin Raka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar